Minggu, 14 Oktober 2012

BELAJAR SAMBIL BERMAIN


Kita menulis memerlukan pensil Pensil yang baik hitam arangnya
Tidak sama cara belajar anak yang masih kecil
Karena mereka masih melatih gerak dan sikap tubuhnya


Bagaimana cara mengajar ngaji untuk anak SD apa kta boleh dengan cara sedikit d beri nyanyian islam atau permainan karena kalau tdk d beri hal2 seperti hal tsb anak akan merasa bosan dan jenuh.sedangkan anak2kan masih masa2nya bermain.
Bagaimana dengan cara belajar yang menggunakan permainan dan nyanyian?
Memang ada bedanya cara belajar anak usia dini (mulai dari bayi) dengan anak prabaligh. Tetapi keduanya bisa menggunakan permainan dan nyanyian. Permainan dan nyanyian ini memang dirancang sebagai cara memasukkan nilai-nilai tertentu. Untuk anak usia dini (mulai dari bayi) target belajar adalah bagaimana anak menggunakan panca inderanya. Tentang pendengaran, kita sudah pernah membahas secara detil. Bahwa belajar melalui pendengaran ini bisa kita lakukan sejak anak masih dalam kandungan. Sejak pembentukan indera pendengaran yang kira-kira dimulai ketika janin berusia 16 minggu (4 bulan). Dan ini terus berlanjut sepanjang hayah. Karena kita belajar al Qur’an sepanjang hayah. Kemudian ketika bayi lahir. Maka ayahnya menyuarakan azan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Ini adalah pengenalan aqidah pertama kepada anak sebagai seorang muslim di dunia. Kemudian proses belajar berjalan bertahap. Dan sebetulnya pada masa-masa bayi inilah terjadi masa pembentukan otak yang paling optimum, sampai usia tiga tahun. Walaupun masa emas bisa dikatakan sampai usia 8 tahun, tetapi prosentase terbesar adalah pada usia 0-3 tahun. Pada usia bayi ini, hendaknya ibu dan ayah (khususnya ibu) harus serius mengasuh dan merawat bayinya termasuk diantaranya melakukan pendidikan usia dini. Sepertinya memang kita hanya bermain-main saja dengan anak. Tetapi di sanalah sebenarnya terjadi proses belajar dan bermain-bain yang luar biasa.
Bagaimana kira-kira bentuk permainannya? Sederhana saja kalau mulai dari bayi. Untuk awal selain pendengaran, juga mata. Biasanya bayi belum lahir belum bisa melihat. Kalau orang tua kita dulu mungkin tidak terlalu memperhatikan perlakuan, sehingga baru paling cepat dua minggu mata anak bisa merespon. Tapi kalau sekarang, bisa lebih cepat lagi. Kita bisa membawa anak ke tempat yang terang, tapi tidak menyilaukan. Sambil bercakap-cakap kita menggerakkan benda yang berwarna di depan mata anak. Ke kanan, ke kiri, sambil memperhatikan respon matanya. Nanti suatu saat anak mengikuti. Dengan stimulasi ini pada usia 3 hari ada anak yang sudah bisa merespon. Respon indera menunjukkan sel syarap yang terkait dengan otaknya sudah mulai terbentuk. Demikian selanjutnya ada latihan-latihan dan permainan untuk usia 2 minggu, tiga minggu dll. Yang terkait dengan motorik bayi seperti menggenggam, mengeluarkan suara-suara untuk merespon suara orang tuanya. Akan sangat mengasyikkan mengajak bayi bermain. Ini sebuah konsep yang menyenangkan. Kita menyebutnya belajar sambil bermain. Orang tua memang harus kreatif
Bagaimana dengan nyanyian? Untuk bayi memang selain al Qur’an yang senantiasa diperdengarkan, orang tua harus selektif memilih nyanyian. Jangan dengan suara yang terlalu keras. Kita bisa menyenandungkan lagu-lagu yang menanamkan aqidah. Kalau sekarang banyak lagu-lagu yang umum ganti syairnya. Di daerah ada senandung-senandung khas yang berisi nilai-nilai Islam yang luhur. Sebagai contoh di Aceh di masa perjuangan dulu, ibu menyenandungkan “Syair Prang Sabil” yang berisi tentang kisah dan keutamaan perang sabil. Sehingga memang luar biasa jiwa pejuang perempuan-perempuan aceh dan putra-putra yang mereka lahirkan dulu. Saya kurang tahu apakah saat ini masih banyak anak-anak muda yang hafal. Di Kalimantan dan Sulawesi saya fikir juga ada dendang-dendang serupa. Ini sebenarnya bagian dari pembelajaran pada anak. Menginjak usia anak bisa berkomunikasi dengan kalimat, lagu-lagu yang dinyanyikan bisa disesuaikan dengan target belajar. Ini juga biasanya dilakukan di TK dan SD. Sebagai contoh seorang anak mau belajar wudhu, sebelum kita mengajarkan fiqhnya, aka kita ajarkan dulu konsep yang umum. Saya amati cara belajar ini cukup efektif. Anak saya usia tiga tahunan dulu ketika mau wudhu dan dia terlupa urutannya, ia bersenandung dulu urutan wudhunya. Ketika otomatis dia sudah mampu melakukan, dia tidak menyanyi lagi. Kemudian menghafal nama-nama hari, nama-nama bulan, nama-nama nabi, ternyata sangat cepat bila dengan lagu.
Apakah secara hukum syara’ boleh dilakukan?
Boleh, karena Rasulullah Saw membiarkan shahabat melakukan. Ketika masa pembangunan Masjid pertama di Madinah para shahabat mengangkut batu-batu untuk mebuat pondasi dan dinding sambil bersenandung. Ini termasuk menyanyi juga. Yang mereka senandungkan adalah syair-syair  yang baik. Rasulullah juga senang mendengarnya. Hanya syairnya memang tidak boleh yang memicu permusuhan, tapi justru yang membangkitkan semangat juang, kecintaan pada kehidupan akhirat, pujian kepada para syuhada, kerinduan pada syurga dll. Artinya, bagi orang tua saja ada nyanyian dan senandung yang berisi nilai-nilai yang menanamkan kebaikan. Apalagi untuk anak-anak yang memang dunianya penuh dengan keriangan dan permainan. Pada prinsipnya ada masa usia dini dan prabaligh yang bisa menggunakan cara belajar sambil bermain.  Tidak masalah, asalkan kurikulum dasarnya adalah Menghafal al Qur’an

Apakah program homeshcooling ini sudah ada di daerah? Dan bagaimana dengan pengasahan sosial anak karena sedikit teman?
Secara individu-individu sudah ada yang melakukan. Tinggal bagaimana membuatnya menjadi komunitas yang bisa sharing mengenai kekurangan dan kelebihannya.Yang juga menerapkannya untuk anak-anaknya. Walau awalnya, menurut beliau, banyak yang melecehkan, tetapi beliau tetap berusaha karena ingin menerapkan yang terbaik untuk anaknya. Saya sarankan Bu Nina senantiasa menambah wawasan tentang masalah ini baik melalui bacaan-bacaan atau internet. Untuk komunitas homeschooling  bisa di kunjungan di web site el Diina. Lembaga Peduli Ibu dan Generasi yang semoga bisa memberi informasi lebih lanjut tentang HomeSchooling berbasis Aqidah Islam. Tentang sosialisasi, tidak masalah karena anak-anak bisa bermain dengan kawan-kawannya sekompleks atau sekampung. Ketika mereka pulang sekolah, biasanya bisa bermain bersama. Bermain bola, bermain sepeda dan lain-lain. Ini juga bagian dari sosialisasi. Sementara bila sudah ada komunitas, maka anak-anak bisa dikumpulkan sambil mendapatkan ilmu bersama, sementara para orang tua bisa berdiskusi dan sharing. Salah satu putra saya yang melakukan homeschooling terbiasa juga bermain dengan teman-temannya sesuai jadwal ia kosong. Ada kawan-kawannya yang sekolah negeri. Ada juga kawannya yang sekolah di SDIT fullday school sehingga hanya punya waktu bermain hari sabtu dan ahad, tetapi secara khusus mengunjungi untuk bermain dengan anak-anak saya. Ada juga temannya yang sesama homeschooling. Yang penting adalah kita bisa bertetangga secara baik. Saling memberikan pendidikan kepada anak-anak secara bersama, mencegah secara bersama ketika ada yang melakukan keburukan dan mengajak pada kebiasaan-kebiasaan yang baik. Insya Allah tidak akan masalah. Karena masing-masing orang tua merasa aman ketika tahu dengan siapa anaknya bermain..

Sumber: Voice Of Islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar